Tuesday, July 26, 2005

catatan pulang kampung

Pulang ke Gunungsitoli adalah keinginan terbesarku
sejak bencana itu datang. Ingin melihat dan merasakan
seperti apa hidup yang dijalani oleh sebagian
keluarga, kerabat, sahabat dan kenalan yang tersisa.
Mencoba untuk hidup normal dalam kondisi yang tidak
normal. Gempa trus mengintai tak kenal kata-kata
istirahat, pagi siang atau malam, membuatku berkata
pada diri sendiri bahwa aku harus tetap berdiri tegak,
bertahan dan berjuang untuk satu harapan akan hari
esok yang menjanjikan.
Semua orang bertanya padaku mengapa aku begitu bodoh
mau datang ke kota ini dalam situasi seperti ini.
Dengan sebuah senyum aku menjawab jika aku mencari
paket wisata yang menawarkan kondisi dan pengalaman
yang mendebarkan seperi ini, aku tidak akan pernah
mendapatkannya. Aku hanya bisa bercerita tanpa pernah
bisa melihat dan merasakan kehidupan seperti apa yang
dijalani di Nias. Aku dengan bangga bisa berkata pada
setiap orang yang aku temui bahkan menceritakannya
pada anak cucuku bahwa kami tetap survive dalam
kondisi tdk normal ini, mengubahnya menjadi kondisi
normal. Kami sendirilah adalah stabilizernya bukan
orang lain. bagiku hidup akan terus berputar di
manapun aku berada, dalam kondisi apapun dan sesulit
apapun.
Pemandangan yang kudapatkan pertama kali saat aku
mendarat di Binaka, bandara udara Gunungsitoli adalah
tenda-tenda, mobil-mobil bantuan dan orang-orang luar
yang datang di kota ini.
Kedatanganku kalo ini di kota ini sangat jauh berbeda
dengan sebelumnya. Bukan untuk berlibur atau untuk
bertemu keluarga, kerabat dan sahabat tapi untuk
membantu keluargaku keluar dari semua ini.
Meriam dan Mulyani adalah dua saudara sepupuku yang
kehilangan kedua orang tua dan seorang adik berumur 10
tahun. Umur mereka baru 19 tahun tanpa banyak
pemahaman, pengalaman dan pergaulan membuat mereka
akan sulit untuk menerima kondisi ini. Aku sabagai
kakak, wajib memberikan mereka pengertian, dukungan
dan bantuan untuk bisa melalui semua ini. Aku sering
berkata pada mereka berdua semua ini adalah yang
terbaik dariNya. Orang tua mereka sudah menjalankan
tugas dengan sangat baik, dan mission complete.
Qta…tugas qta blom selesai, masi banyak yang harus
kita lanjutkan dan kerjakan. Qta hidup dalam kondisi
yang tidak normal, qta harus membuatnya menjadi
normal. Tidak perlu menyesali dan menangisi apa yang
sudah terjadi dan mengkhawatirkan apa yang akan
terjadi besok atau masa yang akan datang karena tidak
akan mengembalikan semuanya ataupun membuat semuanya
menjadi baik. Yang perlu kita lakukan adalah bangkit
berdiri, beraktivitas seperti biasa, menjalani
semuanya dengan senyum adan ucapan syukur, dengan
demikian perjalanan ini akan menjadi ringan. Semua
berpulang pada cara kita memandang, menjalani dan
membuatnya menjadi menyenangkan dan menikmatinya.
Dan Gunungsitoli yang ada dihadapanku saat ini adalah
Gunungsitoli yang tidak pernah aku lihat sebelumnya.
Sangat berbeda dengan Gunungsitoli yang aku lihat
sebelumnya, yang terekam dalam sudut memori otakku
yang paling dalam. Gunungsitoli kini bagaikan kota
gersang dan tak terurus. Bangunan-bangunan yang dulu
berdiri tegak kini sudah luluh lantah, membebaskan
tiang-tiang dari tugasnya menyangga bangunan,
dinding-dinding dari tugas membungkus penghuninya
meninggalkan tanah seorang diri tanpa beban di atasnya
lagi. Bongkahan-bongkahan balok slof, besi-besi yang
dulunya menjadi tiang rumah kini terduduk diam dan
berkarat, pecahan-pecahan bangunan,tenda-tenda yang
kini menjamur dari kota hingga pelosok-pelosok,
jalanan yang rusak dan berkubang, beko dan buldozer
yang berdiri gagah di atas runtuhan rumah debu yang
menari indah menjadi pemandangan sehari-hari di kota
ini. Senyuman, tawa dan teriakan anak-anak yang
bergerombolan pulang dan pergi ke sekolah menghiasi
kekeringan kota ini. Kesibukan orang-orang berseragam
sekolah dan dinas menghidupkan suasana dan aktivitas
kota.Sungguh ironis.
Meskipun kota ini sudah tidak tertata lagi, namun
semangat dan senyuman warga yang berjuang memulai
hidup baru membuatku terkesima sekaligus terenyuh
Selama ini kita hanya mendengar tanpa bisa melihat dan
merasakannya, kita hanya tau yang menyenangkan saja,
tanpa pernah tau kesedihan, kesusahan serta perjuangan
orang lain.
Aku bertanya pada diriku kapan kota ini akan kembali
seperti dulu?
Kapan gempa ini akan berhenti menari di bawah tanahku?
Kapan ketakutan dan kecemasan akan bahaya tsunami akan
berganti dengan senyum lega?
Tak ada jawaban dariNya, hanya ada suara alam tanpa
bisa kuartikan dengan kata-kata.




No comments: